Perkembangan internet memang bergerak
pesat. Cyberspace yang hanya sebuah khayalan dan ramalan dalam sebuah novel
fiksi di tahun 1984 (Neuromancer, William Gibson) telah benar-benar lahir dan
bahkan menawarkan realitas dan kebudayaan tersendiri—cyberculture.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa, kebudayaan ruang telah
disubstitusi oleh kebudayaan pascaruang cyberspace. Muncullah cyberculture
dengan segudang nilai yang diusungnya.
Realitas Cyber di
Sekeliling Kita
Dalam tiga dekade terakhir,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah dan sedang membawa umat
manusia menuju transformasi kebudayaan pascaruang. Sebuah kebudayaan yang tidak
lagi digerakkan oleh atom sebagai unit terkecil kehidupan, tetapi digerakan oleh
bit (digital biner) sebagai struktur terkecil DNA informasi. Inilah genealogi
kemunculan cyberspace yang bergerak secepat kilat berubah menjadi cyberculture
yang menjadi kebudayaan alternatif di era posmodern .
Cyberculture adalah sebuah kebudayaan
baru yang menawarkan “kesadaran pascaruang”, di mana seluruh aktivitas
kebudayaannya dilakukan dalam dunia maya yang tanpabatas. Term cyberculture
sebenarnya baru ramai dibicarakan belakangan ini setelah Sherry Turkle dalam
bukunya yang fenomenal Life on the Screen: Identity in the Age of the Internet
(1997) membahasnya dalam tataran cultural studies, setelah ia menganalisis
hubungan antara manusia, komputer, dan kepribadian. Namun jauh sebelum itu,
cyberspace yang membidani lahirnya cyberculture sebenarnya sudah dikenal cukup
lama sejak tahun 1980-an.
Cyberspace-lah sebenarnya yang
menjadi aktor utama dalam kemunculan “kesadaran pascaruang” ini. Cyberspace
adalah sebuah dunia tanpa ruang. Dunia maya yang menghubungkan pikiran dan
kehendak jutaan manusia melalui jaringan komputer yang digerakkan oleh partikel
fundamental bernama bit. Bit merupakan unsur atomik terkecil dalam DNA
informasi, disimbolkan dalam oposisi biner 1 dan 0 (berarti “hidup-mati”,
“hitam-putih, “atas-bawah”, “real-unreal”, dan lainnya)
Kemunculan Cyberculture
Kapankah sebenarnya cyberculture
mulai menjadi kebudayaan alternatif di tengah masyarakat modern? Tak ada yang
tahu pasti jawabannya. Sebagai sebuah kebudayaan baru cyberculture muncul dan
terbentuk dari proses asimilasi dan hibridasi antara kebudayaan lama dan
kebudayaan Internet (internet culture). Ketika masyarakat memasuki tahun-tahun
gandrung internet di akhir abad ke-20, cyberculture telah muncul sebagai budaya
tandingan (kontra kultura) bagi kebudayaan lama.
Untuk membantu kita memahami cyberculture rasanya kutipan
berikut akan sangat membantu pemahaman kita:
“Since the boundaries of cyberculture are difficult to
define, the term is used flexibly, and its application to specific
circumstances can be controversial. It generally refers at least to the
cultures of on-line communities, but extends to a wide range of cultural issues
relating to "cyber-topics", e.g. cybernetics, computerization, the
digital revolution, and the perceived or predicted cyborgization of the human
body. It can also embrace associated artistic and cultural movements, such as
cyberpunk and transhumanism. The term always incorporates at least an implicit
anticipation of the future.
Basically, it can be said that cyberculture encompasses the
human-machine social and cultural levels involved in what is popularly known as
cyberspace (a neologism invented by the cyberpunk author William Gibson). It is
a wide social and cultural movement closely linked to advanced information and
communication technologies (ICTs), their emergence and development and their
rise to cultural prominence between the 1960s and the 1990s.”[12].
Cyberculture memang merupakan term
yang fleksibel, meskipun sulit didefinisikan, namun ada beberapa catatan
penting yang bisa mengantarkan kita menuju pemahaman yang sahih mengenai
cyberculture.
Pertama, cyberculture adalah budaya yang dianut oleh
komunitas online atau sekolompok orang yang biasa dan sering terhubung dengan
Internet.
Kedua, cyberculture bisa jadi merupakan sebuah gerakan
kebudayaan atau semacamnya yang bisa dipelajari dan diteliti.
Ketiga, cyberculture bisa memiliki core yang jauh lebih
menarik. Yaitu dunia virtualitas bisa membentuk starata-starata sosial tertentu
dalam dunia cyber.
Sumber :
http://teknologi-media-baru.komunikasi.or.id/1/category/cyberculture%20dan%20media%20baru/1.html
ebook New
Media: a critical introduction Second EditionMartin Lister / Jon Dovey / Seth
Giddings / Iain Grant / Kieran Kelly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar