Rabu, 15 Januari 2014

Cyberculture: Teknologi, Alam dan Budaya

Perkembangan internet memang bergerak pesat. Cyberspace yang hanya sebuah khayalan dan ramalan dalam sebuah novel fiksi di tahun 1984 (Neuromancer, William Gibson) telah benar-benar lahir dan bahkan menawarkan realitas dan kebudayaan tersendiri—cyberculture.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa, kebudayaan ruang telah disubstitusi oleh kebudayaan pascaruang cyberspace. Muncullah cyberculture dengan segudang nilai yang diusungnya.

Realitas Cyber di Sekeliling Kita
Dalam tiga dekade terakhir, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah dan sedang membawa umat manusia menuju transformasi kebudayaan pascaruang. Sebuah kebudayaan yang tidak lagi digerakkan oleh atom sebagai unit terkecil kehidupan, tetapi digerakan oleh bit (digital biner) sebagai struktur terkecil DNA informasi. Inilah genealogi kemunculan cyberspace yang bergerak secepat kilat berubah menjadi cyberculture yang menjadi kebudayaan alternatif di era posmodern .
Cyberculture adalah sebuah kebudayaan baru yang menawarkan “kesadaran pascaruang”, di mana seluruh aktivitas kebudayaannya dilakukan dalam dunia maya yang tanpabatas. Term cyberculture sebenarnya baru ramai dibicarakan belakangan ini setelah Sherry Turkle dalam bukunya yang fenomenal Life on the Screen: Identity in the Age of the Internet (1997) membahasnya dalam tataran cultural studies, setelah ia menganalisis hubungan antara manusia, komputer, dan kepribadian. Namun jauh sebelum itu, cyberspace yang membidani lahirnya cyberculture sebenarnya sudah dikenal cukup lama sejak tahun 1980-an.
Cyberspace-lah sebenarnya yang menjadi aktor utama dalam kemunculan “kesadaran pascaruang” ini. Cyberspace adalah sebuah dunia tanpa ruang. Dunia maya yang menghubungkan pikiran dan kehendak jutaan manusia melalui jaringan komputer yang digerakkan oleh partikel fundamental bernama bit. Bit merupakan unsur atomik terkecil dalam DNA informasi, disimbolkan dalam oposisi biner 1 dan 0 (berarti “hidup-mati”, “hitam-putih, “atas-bawah”, “real-unreal”, dan lainnya)

Kemunculan Cyberculture
Kapankah sebenarnya cyberculture mulai menjadi kebudayaan alternatif di tengah masyarakat modern? Tak ada yang tahu pasti jawabannya. Sebagai sebuah kebudayaan baru cyberculture muncul dan terbentuk dari proses asimilasi dan hibridasi antara kebudayaan lama dan kebudayaan Internet (internet culture). Ketika masyarakat memasuki tahun-tahun gandrung internet di akhir abad ke-20, cyberculture telah muncul sebagai budaya tandingan (kontra kultura) bagi kebudayaan lama.

Untuk membantu kita memahami cyberculture rasanya kutipan berikut akan sangat membantu pemahaman kita:

“Since the boundaries of cyberculture are difficult to define, the term is used flexibly, and its application to specific circumstances can be controversial. It generally refers at least to the cultures of on-line communities, but extends to a wide range of cultural issues relating to "cyber-topics", e.g. cybernetics, computerization, the digital revolution, and the perceived or predicted cyborgization of the human body. It can also embrace associated artistic and cultural movements, such as cyberpunk and transhumanism. The term always incorporates at least an implicit anticipation of the future.

Basically, it can be said that cyberculture encompasses the human-machine social and cultural levels involved in what is popularly known as cyberspace (a neologism invented by the cyberpunk author William Gibson). It is a wide social and cultural movement closely linked to advanced information and communication technologies (ICTs), their emergence and development and their rise to cultural prominence between the 1960s and the 1990s.”[12].
Cyberculture memang merupakan term yang fleksibel, meskipun sulit didefinisikan, namun ada beberapa catatan penting yang bisa mengantarkan kita menuju pemahaman yang sahih mengenai cyberculture.
Pertama, cyberculture adalah budaya yang dianut oleh komunitas online atau sekolompok orang yang biasa dan sering terhubung dengan Internet.
Kedua, cyberculture bisa jadi merupakan sebuah gerakan kebudayaan atau semacamnya yang bisa dipelajari dan diteliti.
Ketiga, cyberculture bisa memiliki core yang jauh lebih menarik. Yaitu dunia virtualitas bisa membentuk starata-starata sosial tertentu dalam dunia cyber.

Sumber :
http://teknologi-media-baru.komunikasi.or.id/1/category/cyberculture%20dan%20media%20baru/1.html

ebook New Media: a critical introduction Second EditionMartin Lister / Jon Dovey / Seth Giddings / Iain Grant / Kieran Kelly

Tidak ada komentar:

Posting Komentar